Hujan, tak selalu menghantarkan rindu.
Terkadang dia mengirimkan tetesan
yang memukul dinding masa lalu.
Aku pernah mencintai hujan
yang membantuku menyamarkan air mata.
Aku membenci kepalsuan
tapi harus tersenyum walau duka meraja.
Aku pernah merasakan
hangatmu memeluk sela jemari.
Memandang keluar jendela, menghitung sisa tetes hujan tadi.
Kamu, jarang merangkai aksara indah.
Tapi kamu selalu berhasil mengusir airmata
dan menghadirkan tawa.
Namun,
semua yang kini aku genggam hanyalah satu kata: pernah.
Bisa kah kamu kembali menjadi kamu?
Akankah kamu dan aku melebur menjadi kita?
…....... karena aku tak pernah suka pada kata pernah.
………………………………………………………tak pernah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar